Senin, 01 April 2013

Ujian Nasional Sekolah

                         Panggil saja aku, Nia. Aku serorang remaja berumur 15 tahun. Aku berdekolah di SMA Negri favorit di kotaku. Kamu tahu begitu sulitnya aku mendapatkan NEM yang cukup tinggi untuk masuk ke SMA ini. Aku rela mengikuti bimbingan belajar yang letaknya cukup jauh dari tempat tinggalku. Aku tinggal di daerah pelosok, sedangkan letak Bimbingan Belajarku berada di tengah kota. Tetapi, demi membahagiakan orang tuaku, aku rela melakukan apa saja. H-3 Ujian Nasional, aku berusaha untuk tetap tenang. Tetapi hasilnya… tidak. Bahkan, aku begitu cemas akan usaha belajarku.

                          Ujian Nasional hari pertama. Aku mengerjakan dengan cukup percaya diriku, dengan bekal dari bapak dan ibu guru di sekolah, hasil bimbingan belajarku, dan tentunya dengan doa semua orang terdekatku. Fokus. Saat aku buka lembar soalnya. Mudah. Syukurlah, soal ini tidak begitu menyulitkanku. saat berada di ruang ujian, aku sama sekali tidak menoleh kemanapun. Aku tidak mempedulikan apakah temanku kesulitan, atau tidak. Itu, karena aku takut akan pengawas ujian yang begitu ketat mengawasi. Bel tanda selesai dinyalakan. Terlambat 15 menit dari waktuku selesai mengerjakan soal. Aku keluar ruangan dengan perasaan lega . begitu yakinnya bahwa aku mampu mengerjakan soal tadi.
“Ni, soalnya tadi bagaimana menurutmu?” tanya salah seorang temanku
“syukurlah, tidak sesulit yang kubayangkan” jawabku “bagaimana mesnurutmu?”
“aku yakin dapat nilai sempurna” katanya sumringah.
Betapa hebatnya dia. Seharusnya aku juga bisa seyakin dia. Harus.
                        Ujian Nasional hari kedua tingkat SMP. Seperti biasa. Bangun-sholat subuh-mandi-belajar dibarengi dengan sarapan-meminta restu orangtua-berangkat sekolah. Itu kegiatanku di pagi hari selama Uian Nasional berlangsung. Sesampainya di sekolah, aku langsung melanjutkan belajar bersama teman-temanku. Begitu menyenangkan. Selama UN, jam pilang sekolah selalu pagi. Membuatku senang karena bisa langsung pulang ke rumah dan bersantai. Tetapi, aku tidak sesantai yang kalian bayangkan. Ayahku dan ibuku selalu menuntutku menjadi anak yang mandiri. Di pagi hari, aku harus menyapu dan membersihkan ruanganku. Tidak masalah. Bukankah wanita memang harus seperti itu? Apa kalian tidak melakukannya setiap pagi sepertiku?.
                       Hari terakhir pelaksanaan Ujian Nasional. Senang, haru, membanggakan. Ternyata, sudah 3 tahun aku bersekolah di SMPku ini. SMPN Kebangsa, yang begitu kubanggakan. Banyak momen indah yang pernah kualami bersama teman satu angkatan. Momen dimana rankingku baik, nilaiku memuaskan, dimana nilaiku jatuh karena terlalu banyak main. Dimana aku masih berperilaku sebagai ‘ALAY’ pasti kata itu sudah tidak asing. Iya, Anak Lebay. Setiap kali mengirimi teks atau pesan kepada teman selalu berisikan seperti dibawah ini
“Ni3a, KmUh Lgy Ph4??” itu pesan dari temanku
“Qhu,,,gy m4kAn mi3. kMuh???” iya, ini begitu menggelikan
“oUch, eNk tUch. H3h3h3h3,,” entah bagaimana dulu bisa terjadi.
                    Kembali lagi pada Ujian Nasional. Seusai mengerjakan mata pelajaran terakhir. Aku dan teman-teman berencana untuk main bersama. Kami berniat ingin melepaskan semua beban pelajaran yang ada. Kami beramai-ramai pergi ke pantai. Di sana kami dapat berteriak sekencang-kencangnya, sesuka hati kita. Begitu menyenangkan. Kami pulang pukul 03.00.

Sesampainya di rumah aku, begitu bangga. Aku mencium tangan kedua orang tuaku dengan perasaan bangga. Karena aku merasa bisa mengerjakan 3 mata pelajaran yang diujikan. Hebat.
1 bulan berlalu…
Setelah menempuh UN, kami diberi 1 bulan waktu bebas. Tidak ada penjelasan, tidak ada PR, tidak ada ulangan, memasuki kawasan jam berapapun dan kapanpun diperbolehkan. Senang sekali rasanya, kami di seokalah hanya mengobrol, jajan ke kantin kapanpun kita mau. Terkadang, aku merindukan pelajaran.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar